Opini

Regenerasi Petani di Masa Pandemi

46
×

Regenerasi Petani di Masa Pandemi

Sebarkan artikel ini
Regenerasi Petani di masa Pandemi

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, imbas dari pandemi covid-19, jumlah pekerja secara total baik pekerja formal maupun informal yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun dirumahkan mencapai 3,5 juta lebih pekerja. Sedangkan, dari data yang sudah di cleansing dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mencapai 2,1 juta orang yang terdata by name by address.

Data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) memperlihatkan ketenagakerjaan di bidang pertanian mengalami kontraksi mencapai 4,87%, sementara produksi pertanian domestik menyusut sebesar 6,2% saat pandemi. Meski terganggu, sektor pertanian masih potensial menjadi tumpuan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertanian menjadi satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan positif, sebesar 2,19% pada Agustus 2020. Pertanian bahkan mampu tumbuh dari 5 sektor penyumbang ekonomi nasional yang sedang mengalami kontraksi 5,3%.

Tantangan dalam mengelola potensi generasi milenial sebenarnya sangatlah menarik untuk dipersiapkan apalagi di saat pandemic seperti sekarang ini. Terlebih generasi ini dianggap senang belajar dan suka sekali dengan tantangan. Fakta dan logika yang tepat merupakan respon dalam menghadapi isu-isu yang berseliweran, serta permasalahan yang tak kunjung terpecahkan seperti benang kusut dalam dunia pertanian. Kelahiran generasi petani milenial sangat dinanti peran dan kiprahnya.

Berdasarkan Data BPS (2013), jumlah petani muda di kelompok (25-35 tahun) sebanyak 3.129.644 orang sedangkan pada kelompok usia (15-24 tahun) jumlah petani hanya 229.943 orang. Jika diringkas, 60,8 % petani di Indonesia berada dalam usia di atas 45 tahun atau dalam usia yang produktivitasnya sudah menurun cukup drastis. Sayangnya, kondisi ini dalam konteks pembangunan sering dilihat dari perspektif bahwa penurunan jumlah petani merupakan sebuah kemajuan karena semakin sedikit jumlah petani, semakin efisien proses budidayanya.

Untuk peningkatan produktifitas dan kualitas produk hasil pertanian diperlukan dukungan berbagai teknologi di bidang pertanian salah satunya teknologi informasi. Dalam penerapannya, teknologi informasi dapat berwujud sebuah sistem informasi yang mendukung bisnis di bidang pertanian.

Adanya Asymetric information mengakibatkan bargaining position petani menjadi lemah. Oleh karena itu, dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan penyediaan sistem informasi bagi petani misalnya harga bahan input seperti harga pupuk, benih, obat hama, informasi pendukung, seperti cuaca dan cara bercocok tanam/distribusi, serta harga jual produk.

Permasalahan lapangan berkaitan dengan pemberdayaan kelembagaan pertanian, masalah komunikasi, dan teknologi informatika menjadi faktor pendukung dalam penyebaran informasi di segenap lapisan masyarakat, khususnya petani.

Sarana produksi pertanian yang kita kenal selama ini adalah lahan, modal, tenaga kerja dan teknologi. Satu sarana produksi yang sering dilupakan adalah informasi. Informasi sangat menentukan keberhasilan usaha petani misalnya apakah usahanya akan berhasil atau tidak, menguntungkan atau tidak.

Salah satu bentuk diseminasi informasi tersebut dapat melalui alat Handphone yang sepertinya telah dimiliki oleh semua masyarakat bahkan petani di pedesaan. Hal ini mengingat cukup tingginya pengguna telepon genggam di Indonesia. Sarana internet dan telepon seluler merupakan contoh sarana populer sebagai media komunikasi yang sangat membantu proses penyebaran informasi.

Data Kementerian Informasi dan Informatika (2017), Indonesia tercatat berada di peringkat enam besar pengguna smartphone terbesar dunia. Peringkatnya akan naik diposisi ke 4 di dunia setelah Tiongkok, Amerika Serikat dan India pada 2019 mendatang. Di sisi lain perangkat dan koneksi mobile broadband yang semakin murah dipasaran memacu jumlah pengguna internet secara signifikan. Tahun 2013, jumlah pengguna internet sekitar 72 juta jiwa dan di tahun 2018 meningkat menjadi 123 juta jiwa. Hampir setengah orang Indonesia adalah pengguna internet terbesar ke 6 dunia setelah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Brazil dan Jepang.

Baca Juga : Israel-Palestina dan Rasa Kemanusiaan Kita

Namun, banyak faktor yang menyebabkan sektor pertanian dalam mencukupi kebutuhan informasi terkini tidak dapat diakses dengan cepat. Kalau sistem informasi pertanian bisa diterapkan, para petani dapat menghitung jumlah komoditas dan keuntungan yang akan diperolehnya.

Dengan sistem ini, kita bisa tahu siapa menanam apa, kapan, dan dengan informasi tersebut pemerintah dapat berperan sebagai perantara antara petani dengan konsumen, yakni dengan mendata siapa dan berapa konsumen potensialnya. Informasi tersebut bahkan dapat mendorong perdagangan antar kabupaten, antar provinsi juga antar pulau yang selama ini seakan tidak terhubung informasi.

Dalam aktifitasnya para petani terorganisir dalam sebuah kelompok tani. Sistem pendataan petani dan kelompok tani penting untuk dikembangkan untuk mengetahui karakteristik dan pemetaan petani di Indonesia. Informasi mengenai petani sangat dibutuhkan untuk mengetahui kondisi petani sehingga dapat digunakan mendukung perencanaan strategis bagi peningkatan kualitas hidup petani melalui bisnis di bidang pertanian.

Strategi penyuluhan kekinian

Di era milenial, petani dituntut untuk meningkatkan kualitas hasil pertaniannya agar bisa bersaing dengan produk pertanian impor. Di sisi lain, hasil produksi petani tergantung spesifik lokasi yang berhubungan dengan cuaca, kondisi tanah, dan kondisi alam lainnya.

Kebutuhaan informasi pertanian yang update terkendala dengan tenaga penyuluh pertanian yang umumnya memiliki keterbatasan kemampuan melihat muatan dan kearifan lokal. Kendala lainnya adalah petani umumnya berpendidikan rendah-menengah, kadang-kadang masih ada yang buta huruf, dan masih gagap dengan teknologi terkini.

Menurut Subejo (2013) cyber extension dapat meningkatkan keberdayaan penyuluh melalui penyiapan informasi pertanian yang tepat waktu, dan relevan dalam mendukung proses pengambilan keputusan penyuluh, guna penyampaian data dan informasi pertanian kepada petani dan kelompok taninya. Dalam sektor pertanian, informasi melalui media elektronik dan alur informasi melalui sistem jaringan dunia maya telah merambah sampai ke pelosok desa.

Cyber extensión merupakan pengembangan informasi dan inovasi pertanian berbasis teknologi informasi komunikasi (TIK), dilakukan menggunakan jaringan komputer terprogram, yang terkoneksi dengan internet. Berkembangnya sistem penyuluhan melalui cyber extensión secara leluasa akan lebih mampu mengembangkan sistem akses informasi aktual, inovasi, kreativitas, dan uji lokal. Cyber extensión merupakan alternatif metoda penyuluhan yang efektif dan tepat guna dalam rangka memberdayakan petani dan masyarakat pertanian pada umumnya

Opik Mahendra, SP, MSc.
Warga NU Ajibarang dan Kepala Seksi Bina Usaha, Bidang P2BU,Dinas Pertanian dan Perkebunan Prov. Jateng

Tinggalkan Balasan