Opini

Islam, Dakwah, dan Nusantara

58
×

Islam, Dakwah, dan Nusantara

Sebarkan artikel ini
Selesai dengan Diri Sendiri

Pada suatu hari, Prabu Kertabumi sang raja Majapahit curhat kepada istrinya mengenai Kondisi majapahit yang mirip dengan kondisi Indonesia saat ini. Sang permaisuri, seorang putri Campa memberi nasihat kepada sang Prabu. “Kakanda, jika ingin Majapahit menjadi baik, panggilah adik saya ke Majapahit.”

Maka datanglah sang adik ipar Raja ke Bumi Jawa, dia bernama Raden Rahmat. Namun, Raden Rahmat ternyata tidak lekas datang ke keraton setibanya di Jawa. Raden Rahmat memilih untuk Blusukan menjumpai rakyat jelata.

Ketika Raden Rahmat berjumpa dengan petani, Raden Rahmat mengajari bagaimana bertani dengan baik. Ketika bertemu dengan peternak, sang peternak lalu diajari bagaimana beternak dengan benar.

Lambat laun, nama Raden Rahmat menjadi tersohor, hingga banyak anak pejabat dikirim untuk belajar pada Raden Rahmat. Karena jasa Raden Rahmat, kemudian Beliau diberi hadiah sebidang tanah (sebidang disini berarti sangat luas) di daerah Ampeldenta. Dikemudian hari, Raden Rahmat lebih dikenal sebagai Sunan Ampel, salah satu generasi pertama Wali songo.

Pak Sukatno, guru Fisika saya saat SMA memang gemar sekali “mendongeng” tentang Babad Jawa dan Babad Wali songo. Tentu bukan sekedar dongeng atau sisi historis yang beliau sampaikan, melainkan Beliau sedang mengajarkan tentang Akhlak dan Dakwah melalui sejarah para wali dalam menyebarkan Islam. Satu kalimat yang beliau senantiasa ulang :”Dakwah itu haruslah benar, baik dan juga Indah.”

Dilain waktu beliau bercerita, pada suatu hari Sunan Kalijaga berinisiatif untuk berdakwah melalui sarana hiburan masyarakat yaitu Wayang. Ketika beliau menciptakan wayang untuk pertama kalinya, dibawalah hasil karya beliau ke rapat para wali. Namun, proposal Sunan Kalijaga ditolak keras oleh Sunan Ampel dan Sunan Giri. kata mereka, Dakwah harus benar, dan membuat sesuatu yang menyerupai makhluk hidup tidak dapat dibenarkan meski untuk tujuan Dakwah.

Konon, kedua sunan ini memang dikenal paling “keras”, saya memang pernah mendengar kalau Para Wali meski sangat kompak dalam bergerak, namun sejatinya mereka berbeda-beda dalam menganut mahdzab Fiqih. Dan Sunan Kalijaga selaku Junior, tidak berani menentang seniornya.

Akhirnya dalam kondisi frustasi, Sunan kalijaga membuat coretan asal, dan jadilah wayang kulit seperti saat ini kita kenal. Badan wayang dibuat pipih, bagian tangan dipanjangkan dll. Lalu Sunan Kalijaga kembali mengajukan proposal wayang ini ke sidang umum para Wali. Alhamdulillah, proposal Sunan Kalijaga di setujui. Menurut Sunan Giri dan Sunan Ampel, wayang sudah tak lagi menyerupai Makhluk hidup.

Pak Katno, rupanya sedang memberi ilustrasi bagaimana dulu para Wali pun kerap berselisih paham, dan ternyata “sekeras-kerasnya” wali, tetap saja outputnya adalah Dakwah yang indah.

Pak Katno memang tak pernah menegur saya secara langsung, beliau menyampaikan secara tak langsung dan biasanya saya malu sendiri setelah saya berhasil menafsir maksud dari kisah yang beliau sampaikan. Seingat saya, beliau paling gemar menekankan tentang Akhlak dan bagaimana menjaga hati dari penyakit seperti Suudzon (prasangka buruk) dll.

Kenapa wayang mengambil kisah Ramayana dan Mahabarata? Kata beliau, para wali yang datang ke Tanah Jawa memang “linuwih“, linuwih bukan dalam arti mistis melainkan mereka adalah Jenius dalam hal antropologi, sosiologi dsb.

Para wali generasi pertama sebelum datang ke Jawa sudah pernah berkelana ke banyak tempat termasuk ke India. Disana mereka meihat bagaimana cerita Ramayana dan Mahabarata demikian melekat di benak orang-orang India.

Konon, para wali adalah pendakwah yang dikirim oleh Dinasti Ottoman turki untuk menyebarkan Islam keseluruh Dunia. Oleh karena itu, wali-wali generasi pertama memang berasal dari luar, termasuk sunan geseng yang sebenarnya adalah wali dari Afrika.

Gesang atau geseng dalam bahasa jawa artinya Hangus, merujuk warna kulit sang wali yang berwarna hitam legam. Kalau kita menelaah cerita wayang versi Jawa, kita akan menemukan banyak modifikasi brilian yang dibuat oleh para wali. Seperti senjata utama puntadewa adalah Jamus Kalimasada, alias kalimat Syahadat.

Dengan Dakwah dan akhlak yang Indah, Islam lambat laun menyebar dan diterima oleh masyarakat Jawa. Setelah itu, para wali berpikir bahwa saat tepat untuk mendirikan kerajaan telah tiba. Maka didirikanlah kerajaan Demak, dan diangkatlah salah satu murid bernama Raden Patah menjadi raja.

Putra Raden Patah, Pati Unus pernah memberangkatkan armada lautnya guna menyerang Portugis di Malaka. Pun demikian dengan Mataram yang pernah mengepung belanda di Sunda Kelapa.

Kata Guru saya, berbicara kesejarahan Nusantara tak bisa lepas dari kesejarahan Islam di Nusantara. Hal ini berlangsung sampai perjuangan kemerdekaan 1945. Dari yang pernah saya baca, Bung Tomo dan pejuang Surabaya senantiasa berkoordinasi dengan Kyai Hasyim Asy’ari, pimpinan pesantren Tebu Ireng. Dan Kyai Hasyim Asy’ari pernah mengeluarkan Maklumat Jihad NU dan mengerahkan santrinya guna melawan penjajah.

Saya melihat, sosok pendakwah jaman dulu memang sosok yang komplit. Tak hanya mengerti ilmu agama, melainkan paham betul sosiologi masyakat dan tak awam dengan politik. Namun kata guru saya, bukan itu atribut yang utama, atribut utama mereka adalah ikhlas, mereka telah menggadaikan hidup mereka di Jalan Allah, dan ke Ikhlasan serta hati bersih mereka terpancar dari Akhlak yang demikian indah.

Nampaknya, mereka nggak pernah khawatir apa yang akan terjadi esok hari ketika mereka mendirikan pesantren, atau pergi berdakwah. contohnya, seperti kyai Hasyim Asy’ari ketika mendirikan pesantren di daerah “gelap” tebu ireng. Sederhananya, mereka sudah tak lagi cinta dunia.

Saya bukan hanya berpendapat, tapi juga meyakini bahwa kesejarahan Nusantara tak bisa lepas dari kesejarahan Islam, baik dimasa lalu, masa kini maupun masa depan. Tak banyak jumlah walisongo waktu itu, namun mereka yang cuma segelintir bisa membawa “Minadzdzulumaati ilannur”.

Mungkin karena mereka adalah sosok ulama yang sudah tak lagi cinta dunia, dan telah menggadaikan hidupnya di Jalan Allah. Di titik ini, saya berdoa semoga Allah kembali mengirimkan kepada kami, Ulama dan ahli Ilmu baik Ilmu Diinul Islam maupun Ilmu Dunia, yang Indah Akhlaknya, dan Ikhlas berjuang demi tegaknya dakwah dan syiar Islam.

*Peneliti nuklir, bekerja di Thomas Jefferson Lab Amerika Serikat

Tinggalkan Balasan